Nekad

4 08 2010

“Jadilah kepadamu seperti yang kaukehendaki.”

Seorang teman di fesbuk membuat status sebagai berikut : MENCARI PADANAN KATA “NEKAD” DALAM KAMUS INGGRIS, TIDAK KETEMU. RUPANYA NEKAD HANYA ADA DALAM BUDAYA BANGSA INI.. Hhmmm… menarik juga, setahu saya kosa kata ‘nekad’ malah adanya didalam bahasa jawa. Adakah dalam kosa kata suku-suku  lainnya? Bude saya sering sekali menggunakan kata ini kalau melihat bandelnya adik-adik waktu kecil. Dia pasti nyerocos dengan bahasa jawa disertai beberapa kali sebutan kata ‘nekad’. Atau karena pada umumnya keturunan suku Jawa memang bisa dan berani bertindak ‘nekad’? Walahualam…

Banyak kita temui orang-orang nekad disekitar kita, terutama kalau sudah kepepet hidupnya. Nalarnya sudah tidak bekerja, kalau sudah kepepet hidupnya, apapun akan dilakukan. Tapi herannya sekarang bukan hanya dilakukan karena kepepet hidup, yang gak kepepet pun sudah tidak hidup nalar dan hati nuraninya. Coba saja lihat kasus pelecehan seksual ditempat umum di dalam bis Trans Jakarta, kok sudah tidak ada malunya lagi. Akhirnya ya digebukin orang rame-rame lah…Katanya bangsa Indonesia terkenal dengan korupsinya, uang korupsi bukan lagi dibawah meja, tapi mejanya sekalian dikorupsi alias terang-terangan. Apakah hidupnya sudah kepepet? Mana ada kasus korupsi yang dilakukan oleh orang yang berkekurangan. Korupsi besar berawal dari korupsi kecil-kecilan. Demikian juga pelanggaran dilakukan karena yang pertama karena terpaksa, kedua karena kesempatan, ketigakali karena keterusan.

Adalagi kasus nekad lainnya; ingat ibu Susi Haryani, seorang ibu asal Jombang, yang nekad menggendong anaknya menerobos paspampres untuk mencari pertolongan Presiden sebagai akibat korban ledakan tabung gas? Apapun sudah dilakukannya, tapi kali ini dia tidak cuma bicara, sudah putus asa, dan satu-satunya harapan hanyalah datang ke istana presiden. Tentu saja dihadang petugas yang garang disana. Ada lagi muncul sebutan PONG-MOKRASI – sejak Pong Harjatmo nekad naik ke kubah kura-kura gedung DPR dan menuliskan dengan pylox merah : Jujur – Adil – Tegas karena gemas dengan kelakuan para anggota dewan terhormat pilihan rakyat. Read the rest of this entry »





Hati Nurani: Masih adakah?

31 10 2008

Siapakah di antara kamu yang tidak segera menarik ke luar anaknya atau lembunya kalau terperosok ke dalam sebuah sumur, meskipun pada hari Sabat?

Saat mengunjungi dusun Sumowono di Kabupaten Semarang beberapa hari lalu, saya menghadiri pertemuan bulanan para pendeta dan pengerja gereja-gereja setempat. Seorang hamba Tuhan dari Magelang memberikan renungan tentang tantangan bangsa ini kedepan. Tingginya aborsi, korban narkoba HIV Aids, maraknya korupsi dimana-mana, kerusakan lingkungan, kemiskinan dan pembodohan, minimnya sarana kesehatan, kriminalitas yang semakin mengkhawatirkan dan banyaknya bencana alam bahkan dampak krisis global menghantui PHK dimana-mana. Hal ini semua menjadi suatu keprihatinan tersendiri. Seharusnya ini semua menggugah hati setiap pemimpin baik itu pemimpin keagamaan, eksekutif, legislatif, yudikatif bahkan media. Dalam kondisi demikian haruslah dimiliki sense of crisis, kepekaan mengenali skala prioritas dalam mengambil kebijakan2. Kita tidak bisa terlena dalam situasi nyaman, seolah-olah everything is OK. Kita harus bisa membaca tanda-tanda zaman dan memperkirakan apa yang akan dihadapi anak-anak kita 5-10 bahkan yang akan terjadi tahun depan. Maka dengan demikian bisa dipersiapkan langkah-langkah bijak untuk menyikapinya.

Sayangnya tidak semua bahkan banyak pemimpin tidak tanggap. Business as usual. Sikap santai yang menganggap semua berjalan normal, selama tidak ada hubungannya dengan saya. Atau justru membuat kebijakan yang sama sekali tidak membela kepentingan rakyat yang kebanyakan miskin fasilitas dan terpinggirkan. Mengapa itu terjadi? Ini dikarenakan mereka tidak punya hati, tapi yang mana? Ada tiga macam hati : hati sebagai lever dalam tubuh kita yang menghancurkan racun dan lemak, hati sanubari yang mengarah kepada keinginan pribadi dan hati nurani yaitu hati yang dipenuhi terang Ilahi. Seorang pemimpin yang memiliki dan mendengarkan hati nuraninya sendiri, baru bisa melihat dan perduli akan hati nurani orang lain. Ia bisa melihat apa yang dirasakan dan dibutuhkan oleh orang-orang lain. Read the rest of this entry »