Iman Bartimeus

3 03 2011

“Rabuni, supaya aku dapat melihat!”

Bacaan Injil hari ini nampaknya biasa saja, Yesus menyembuhkan seorang yang buta. Ada banyak hal lain yang lebih heboh dilakukan Yesus ketimbang menyembuhkan seorang buta. Ini adalah mujizat terakhir dari pelayanan Yesus kepada orang banyak, menjelang sampai di Yerusalem – kota dimana Anak Manusia akan diserahkan. Yerikho adalah kota yang berjarak kira-kira 25km dari Yerusalem.

Saya menemukan ajaran Yesus yang sangat indah dari kisah Bartimeus yang tuna-netra ini. Saya membayangkan Bartimeus itu adalah seorang yang buta, sendirian, hidup mengandalkan belas kasihan orang lain, dan tentunya juga seringkali dikesampingkan oleh orang-orang. Umumnya orang yang se nasib Bartimeus akan berputus asa, menjadi iri hati, atau merasa tidak berguna. Tetapi Bartimeus tidak demikian.  Ia tetap memiliki semangat dan harapan. Meskipun buta, ia bisa melihat Kuasa Allah.

Ada banyak orang yang bisa melihat tetapi buta terhadap Kuasa Allah. Ia menyebut Yesus sebagai “Anak Daud”, sebuah pernyataan bahwa Yesus adalah Mesias. Ia percaya bahwa Kuasa Allah dapat menyembuhkannya. Ini adalah iman yang sangat mendasar sebagai pengikut Kristus.

Kemudian ia berseru-seru, “Kasihanilah aku, kasihanilah aku…”, tidak memperdulikan teguran orang-orang yang meminta dia supaya diam. Berseru-seru artinya melakukan berulang-ulang, dengan ungkapan perasaan. “Kasihanilah aku” berarti meyakini bahwa Yesus memiliki belas kasihan, serta mengandalkan belas kasihan Yesus bagi penyembuhannya.
“Maka apabila ia berseru-seru kepada-Ku, Aku akan mendengarkannya, sebab Aku ini pengasih.” [Kel 22:27b]

Selanjutnya, yang tak kalah menarik, ketika Bartimeus mengetahui doanya telah mendapat respon, ia segera berdiri dan pergi kepada Yesus. Saya bisa membayangkan bagaimana seorang buta tergopoh-gopoh meraih tongkatnya dan bergegas.   Bartimeus tidak mau kehilangan kesempatan yang sangat berharga itu. Ia menanggalkan jubahnya!
Pada jaman itu, pengemis menanggalkan jubahnya lalu menggelar jubah itu di depannya, berharap orang yang lewat akan menaruh atau melemparkan uang recehnya di atas jubah itu. Bisa jadi bagi pengemis jubah adalah satu-satunya harta yang dimilikinya. Jika hendak mengikut Yesus, maka kita mesti menanggalkan jubah, meninggalkan harta milik kita.

Puncaknya, ketika Bartimeus menjawab, “Rabuni, supaya aku dapat melihat!”. Rabuni adalah panggilan penghormatan untuk seorang guru atau rabi. Bagi Bartimeus, Yesus adalah lebih dari seorang guru, Yesus bukan sekedar rabi, tetapi rabuni. Bartimeus mengungkapkan harapannya (“supaya aku dapat melihat”). Ia berseru-seru tidak untuk merengek-rengek agar permintaannya dikabulkan, ia tidak minta ini dan itu, tetapi ia mengungkapkan harapannya. Artinya, soal kesembuhan, ia berpasrah kepada kehendak Allah.
Memang, yang namanya doa itu tidak dilihat dari kata-kata yang digunakan, melainkan apa yang tersirat dari doa itu, tidak masalah kalau tata bahasanya kacau balau. Orang sering mengagumi doa yang disampaikan dengan begitu indah, puitis, tetapi tidak melihat isi dari doa itu.

Saya termasuk alergi untuk memimpin doa, bukan karena takut nanti doa saya jelek, melainkan karena merasa tidak pantas memimpin doa. Saya sering berdoa tetapi tidak berkata-kata, sehingga saya tidak perlu pusing bahasa apa yang saya pakai, mau bahasa Indonesia, Inggris, bahasa daerah, bahasa latin, emangnya ada bedanya? Apa iya kalau saya menggunakan bahasa daerah lalu khawatir Tuhan tidak mengerti bahasa daerah yang saya gunakan itu?
Saya sangat senang mengikuti misa di gereja tradisional yang menggunakan bahasa daerah, dengan berbagai atribut daerah, walaupun imamnya belepotan karena ia bukan putera daerah itu sehingga tak mengerti bahasanya tetapi ia tahu apa yang diucapkannya.

Ada orang yang berdoa coba-coba, seperti memasang lotre, dikabulkan syukur, tidak juga enggak apa-apa.  “Enggak ada ruginya”, katanya. Seorang teman mengatakan kepada saya bahwa ia dahulu sangat rajin berdoa tetapi sekarang tidak lagi karena tak satupun doanya dikabulkan, ia merasa sia-sia saja berdoa. Ketika saya mengetahui apa isi doanya, bisa jadi saja itu yang terjadi. Doanya dipenuhi dengan minta ini dan itu mulai dari awal sampai ia menutup doanya. Tidak jarang ia bernegosiasi dengan Allah, mengucapkan kaul jika doanya dikabulkan. Bagi dia, meminta kepada Allah itu seperti seorang anak meminta kepada orangtuanya.

Yang terakhir, “imanmu telah menyelamatkan engkau”. Yesus menyembuhkan Bartimeus sebagai tanggapan atas iman yang ditunjukkan Bartimeus. Iman yang kita miliki bukanlah berupa kekuatan atau kuasa untuk menyelamatkan atau menyembuhkan, melainkan untuk memperoleh belas kasihan Allah terhadap harapan-harapan kita. Dengan iman kita boleh berharap apa saja, tetapi pasrah kepada kehendak Allah apakah harapan itu terkabulkan atau tidak. (Sandy Kusuma)

===============================================================================================

Bacaan Injil, Mrk 10:46-52

Lalu tibalah Yesus dan murid-murid-Nya di Yerikho. Dan ketika Yesus keluar dari Yerikho, bersama-sama dengan murid-murid-Nya dan orang banyak yang berbondong-bondong, ada seorang pengemis yang buta, bernama Bartimeus, anak Timeus, duduk di pinggir jalan. Ketika didengarnya, bahwa itu adalah Yesus orang Nazaret, mulailah ia berseru: “Yesus, Anak Daud, kasihanilah aku!”
Banyak orang menegornya supaya ia diam. Namun semakin keras ia berseru: “Anak Daud, kasihanilah aku!” Lalu Yesus berhenti dan berkata: “Panggillah dia!” Mereka memanggil orang buta itu dan berkata kepadanya: “Kuatkan hatimu, berdirilah, Ia memanggil engkau.” Lalu ia menanggalkan jubahnya, ia segera berdiri dan pergi mendapatkan Yesus.Tanya Yesus kepadanya: “Apa yang kaukehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” Jawab orang buta itu: “Rabuni, supaya aku dapat melihat!” Lalu kata Yesus kepadanya: “Pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau!” Pada saat itu juga melihatlah ia, lalu ia mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.


Actions

Information

Leave a comment